Senin, 22 April 2019

Nasib Sawit di Bumi Pertiwi









"Di luar negeri soybean termasuk tanaman penghasil oil. Sementara di Indonesia, oil berasal dari kelapa sawit. Bersyukurlah kita, karena biaya produksi oil dari kelapa sawit enam kali lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi oil dengan bahan baku soybean. Namun entah mengapa, sawit kita terus diolok-olok karena tidak ramah lingkungan. Mungkin ini hanya soal persaingan dagang internasional. Hanya orang-orang Hubungan Internasional yang mengerti permasalahan tersebut. Sayangnya, mereka tak tahu cara budidayanya yang itu dikuasai oleh orang-orang pertanian. Disinilah pentingnya kolaborasi."

Ucapan Pak Edhi disela-sela Kuliah Toksikologi Fungisida sungguh menohok meskipun disampaikan dalam nuansa guyonan. Hal ini cukup mengejutkan bagi saya dan dengan spontan turut mengamini pernyataan tersebut. Ada apa di balik ini?

Tidak, hal tersebut bukan berati saya setuju dengan kegiatan yang merusak lingkungan terkhusus bumi tercinta ini. Sungguh bukan itu yang akan disorot, tetapi lebih dari itu, tentang kepentingan.

Mari kita sama-sama runut permasalahnya!

Tanaman sawit merupakan salah satu tanaman tropis yang buahnya dijadikan sebagai bahan baku pembuatan oil. Produk turunan lainnya yaitu digunakan sebagai bahan baku sabun, margarin, minyak goreng bahkan sebagai biofuel. Indonesia merupakan salah Negara terbesar dalam produksi sawit. Tak heran jika Eropa dan AS yang iklim temperate atau subtropis, bersikap “iri” terhadap Indonesia. Why? Ya, seperti yang dijelaskan di atas, mereka hanya mengandalkan bebijian untuk memproduksi oil sementara kita punya lahan luas, sawit tumbuh subur, dan biaya produksinya pun lebih murah dibandingkan dengan soybean. Lebih tepatnya, mereka takut Indonesia menguasai pasar per-oil-an bahkan lebih parahnya lagi mereka akan kehilangan pasar. Sebegitu sengitkah dodolan dikancah internasional? Skeptis memang, tapi hal tersebut sedikit memberikan sudut pandang yang berbeda mengenai isu sawit.

Isu sawit menjadi hidangan lezat bagi Uni Eropa, mereka terus mendesak bahwa perkebunan sawit tidak ramah lingkungan. Penebangan dan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan yang menyebabkan polusi juga berakibat pada banyaknya satwa endemik mati, dst. Padahal Indonesia merupakan Negara ketiga yang memiliki hutan paling luas.

Nah, apabila dihubungkan dengan pernyataan Pak Edhi, titik temunya yaitu mereka khawatir terkait hutan Indonesia. Tidak, bukan mereka empati, tapi hanya kamuplase saja. Ya, saya pernah membaca suatu artikel yang isinya kurang lebih seperti ini “Negara seperti AS berupaya agar hutan di Indonesia terus lestari sehingga dapat menyerap polutan yang mereka keluarkan”.

Ya tak dapat dipungkiri bahwa setiap orang memiliki kepentingan berbeda-beda begitupun sebuah Negara, termasuk Negara yang menggaungkan “pertanian yang ramah lingkungan” tapi mereka sendiri menggantungkan hidupnya dari jualan pestisida di Negara berkembang terutama di Bumi Pertiwi. Miris.


Selamat Hari Bumi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar