Selasa, 23 April 2019

Keunggulan Produktivitas Palm Oil Indonesia



 
Pemaparan materi oleh Bapak Joko Supriyono dalam Kuliah Umum di Auditorium Faperta UGM.


Industri kelapa sawit Indonesia dimulai pada tahun 1911 atau sudah berdiri sejak 108 tahun yang lalu. Tentu bukan industri yang baru kemarin sore, ada sebuah kajian panjang dengan inovasi terus-menerus untuk mengasilkan produk terbaik. Kelapa sawit menjadi primadona, namun sekitar dua puluh tahun terakhir, keberadaanya terusik karena isu-isu yang menyebabkan industri kelapa sawit terancam. Why? Seperti tulisan saya sebelumnya mengenai Sawit di Bumi Pertiwi (), ujung-ujungnya bisnis. Suatu bisnis, kompetisi itu selalu ada, dan pemenangnya yaitu siapa yang paling kuat.

Bicara soal persaingan dagang, tentu ada pesaing sawit. Anda tahu siapa pesaingnya? Malaysia. Tidak, bukan itu pesaingnya, bukan orang, bukan pula Negara, tetapi soybean, sun flower dan ripeseed. Apabila dilihat dari segi produktivitas, sawit lebih unggul dari mereka.

Serius?

Mari kita kita sama-sama bandingkan.

Produktivitas oil dari soybean yaitu 0,38 ton/ha/tahun sementara sawit mencapai 3-4 ton/ha/tahun. Artinya produktivitas oil dari soybean yaitu sepersepuluh produktivitas palm oil apabila ditanam dalam luasan lahan yang sama. Tentu ini lebih efisien dari segi lahan, terlebih lagi sawit merupakan tanaman tahunan yang mampu berproduksi sampai 25 tahun. Bagaimana dengan ripeseed dan sun flower? Tetap, sawit yang paling unggul, produktivitasnya masih sangat jauh dari sawit yaitu masing-masing 0,7 ton/ha/tahun dan o,5 ton/ha/tahun.

Produktivitas sawit dapat ditingkatkan lagi hingga 47% yaitu sekitar 6-7 ton/ha/tahun palm oil yang diproduksi. Hal ini tentu ditunjang dengan adanya breeding technology dan teknologi pendukung lainnya serta efesiensi biaya produksi.


Jaya selalu Indonesia



Materi tersebut disampaikan dalam Kuliah Umum mengenai Peluang dan Tantangan Perkebunan Kelapa Sawit di Era Milenial oleh Bapak Joko Supriyono, Ketua Gabungan Kelapa Sawit Indonesia di Auditorium Faperta UGM.

Tantangan Kelapa Sawit di Dunia Internasional berikut tentang isu-isu kelapa sawit yang merusak biodiversitas, akan dibahas di tulisan berikutnya. Coming Soon.

Terima kasih telah berkunjung
Kritik dan saran yang membangun sangatlah berarti untuk perbaikan tulisan ini.


Senin, 22 April 2019

Nasib Sawit di Bumi Pertiwi









"Di luar negeri soybean termasuk tanaman penghasil oil. Sementara di Indonesia, oil berasal dari kelapa sawit. Bersyukurlah kita, karena biaya produksi oil dari kelapa sawit enam kali lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi oil dengan bahan baku soybean. Namun entah mengapa, sawit kita terus diolok-olok karena tidak ramah lingkungan. Mungkin ini hanya soal persaingan dagang internasional. Hanya orang-orang Hubungan Internasional yang mengerti permasalahan tersebut. Sayangnya, mereka tak tahu cara budidayanya yang itu dikuasai oleh orang-orang pertanian. Disinilah pentingnya kolaborasi."

Ucapan Pak Edhi disela-sela Kuliah Toksikologi Fungisida sungguh menohok meskipun disampaikan dalam nuansa guyonan. Hal ini cukup mengejutkan bagi saya dan dengan spontan turut mengamini pernyataan tersebut. Ada apa di balik ini?

Tidak, hal tersebut bukan berati saya setuju dengan kegiatan yang merusak lingkungan terkhusus bumi tercinta ini. Sungguh bukan itu yang akan disorot, tetapi lebih dari itu, tentang kepentingan.

Mari kita sama-sama runut permasalahnya!

Tanaman sawit merupakan salah satu tanaman tropis yang buahnya dijadikan sebagai bahan baku pembuatan oil. Produk turunan lainnya yaitu digunakan sebagai bahan baku sabun, margarin, minyak goreng bahkan sebagai biofuel. Indonesia merupakan salah Negara terbesar dalam produksi sawit. Tak heran jika Eropa dan AS yang iklim temperate atau subtropis, bersikap “iri” terhadap Indonesia. Why? Ya, seperti yang dijelaskan di atas, mereka hanya mengandalkan bebijian untuk memproduksi oil sementara kita punya lahan luas, sawit tumbuh subur, dan biaya produksinya pun lebih murah dibandingkan dengan soybean. Lebih tepatnya, mereka takut Indonesia menguasai pasar per-oil-an bahkan lebih parahnya lagi mereka akan kehilangan pasar. Sebegitu sengitkah dodolan dikancah internasional? Skeptis memang, tapi hal tersebut sedikit memberikan sudut pandang yang berbeda mengenai isu sawit.

Isu sawit menjadi hidangan lezat bagi Uni Eropa, mereka terus mendesak bahwa perkebunan sawit tidak ramah lingkungan. Penebangan dan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan yang menyebabkan polusi juga berakibat pada banyaknya satwa endemik mati, dst. Padahal Indonesia merupakan Negara ketiga yang memiliki hutan paling luas.

Nah, apabila dihubungkan dengan pernyataan Pak Edhi, titik temunya yaitu mereka khawatir terkait hutan Indonesia. Tidak, bukan mereka empati, tapi hanya kamuplase saja. Ya, saya pernah membaca suatu artikel yang isinya kurang lebih seperti ini “Negara seperti AS berupaya agar hutan di Indonesia terus lestari sehingga dapat menyerap polutan yang mereka keluarkan”.

Ya tak dapat dipungkiri bahwa setiap orang memiliki kepentingan berbeda-beda begitupun sebuah Negara, termasuk Negara yang menggaungkan “pertanian yang ramah lingkungan” tapi mereka sendiri menggantungkan hidupnya dari jualan pestisida di Negara berkembang terutama di Bumi Pertiwi. Miris.


Selamat Hari Bumi


Minggu, 21 April 2019

Kartini dan Perempuan Masa Kini



Sesuai SK Presiden RI nomer 108, 2/5/1964 Raden Ajeng Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan tanggal lahirnya, 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini. Perjuangan R.A. Kartini menjadi cerminan betapa jasa beliau sangatlah berarti dan sebagai sumber inspirasi bagi kita semua. Empat dinding kamar bukanlah pembatas untuk terus berjuang dan berkarya. Jasa beliau sunggung sangat nyata, terbukti sampai saat ini kaum perempuan mampu melebarkan sayapnya untuk terus mengupgrade dirinya dan menempati posisi strategis dalam berbagai posisi.

Setiap orang memiliki sudut pandang berbeda dalam memaknai Hari Kartini. Bagi saya, Hari Kartini menjadi refleksi untuk terus berjuang di bidang yang saya geluti selama ini. Ya, sebagai perempuan, saya sangat bersyukur dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi melalui beasiswa. Proses seleksi beasiswa yang diadakan oleh pemerintah pun memberikan ruang selebar-lebarnya bagi perempuan tanpa membedakan gander. Tentu ini merupakan suatu kemerdekaan, dimana tak selamanya perempuan itu terindas, miskin ilmu dan berkutat dengan dapur-sumur-kasur.

Ada beberapa perempuan yang fokus dan sepenuhnya berada di dalam rumah mengurus pekerjaan domestik terutama momong anak, namun hal tersebut bukanlah pembatas. Kemudahan akses informasi, perempuan masa kini berupaya untuk terus mengupgrade diri dengan mengikuti berbagai kajian baik secara langsung maupun melalui online. Hal ini terbukti dengan banyaknya grup whatsApp yang diikuti, mulai dari grup parenting, kesehatan keluarga, hand craft, kepenulisan, bahkan grup bisnis yang tentu mengasilkan pundi-pundi rupiah.

Apapun posisi yang sedang Anda jalani saat ini, teruslah berjuang memberikan yang terbaik dan tetap berkarya di bidangnya masing-masing.

Selamat Hari Kartini
Dari Perempuan masa kini yang masih berjuang menyelesaikan studi masternya.